Rabu, 09 Mei 2012

Membela Radikalisasi Perlawanan Rakyat Pekerja Sekarang



                   MASIH segar dalam ingatan kita pada bulan Desember 2011, ratusan warga di Mesuji, Sumatera Selatan, melakukan penyerangan terhadap perusahaan Kelapa Sawit yang merupakan ekspresi dari ketidakpuasan warga terhadap operasionalisasi perusahaan tersebut yang hanya menguntungkan segelintir orang disana.  Di Bima, NTB, ratusan warga memblokade Pelabuhan Sape sebagai bentuk protes terhadap konsesi pertambangan yang diberikan Bupati terhadap perusahaan tambang tertentu. Pada bulan awal tahun ini, tepatnya pada 12 Januari 2012, Jakarta diguncang oleh demonstrasi besar gerakan rakyat. Dengan tuntutan “Pulihkan Hak-hak Rakyat Indonesia”, ribuan massa dari sektor gerakan rakyat seperti kalangan tani, buruh, mahasiswa, bahkan perangkat aparatur pedesaan melakukan demonstrasi di depan istana dan juga di depan gedung DPR. Dalam waktu rentang waktu yang tidak terlalu jauh, puluhan bahkan ratusan ribu massa buruh di Tangerang dan Bekasi melakukan pemblokiran jalan tol sebagai bentuk tuntutan mereka kepada Bupati setempat untuk segera menaikkan nominal angka Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang dirasa tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan buruh. Peristiwa-peristiwa yang dicuplik hanya sebagian dari banyak peristiwa perlawanan rakyat yang banyak terjadi diberbagai daerah di Indonesia.
                   Berkaitan dengan konflik antara pekerja dengan perusahaan, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis, false consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan dan cita-cita akhirat.

                   Apa yang dapat disimpulkan sementara dari berbagai persitiwa yang terjadi dalam reantang waktu yang sangat berdekatan tesebut adalah rakyat pekerja Indonesia tengah bergerak berlawan. Rakyat pekerja indonesia semakin eksplisit untuk  mengartikulasikan tuntutan serta ketidaksetujuan mereka terhadap berbagai kebijakan negara, yang banyak dirumuskan pada tingkatan local, yang pada dasarnya tidak banyak menguntungkan kepentingan mereka. tuntutan serta ketidak setujuan mereka yang eksplisit ini membuat mereka harus menempuh langkah-langkah beresiko yang radikal yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya dalam rangka mendapatkan perhatian penuh dari system politik yang ada.
                   Artikel ini pada dasarnya adalah sebuah pembelaan penuh atas radikalisasi perlawanan rakyat yang tengah terjadi sekarang ini artikel ini berargumen bahwa radikalisasi perlawanan sekarang adalah krusial untuk menghindarkan masyarakat Indonesia dari ancaman krisis kapitalisme yang sekarang tengah menghantui dunia, sekaligus sebagai momen yang penting untuk mendorong politik anti kapitalisme-neoliberal di Indonesia. Apa yang harus dipahami adalah persitiwa-persitiwa ini tidak muncul dalam ruang vakum. Peristiwa-peristiwa ini muncul dalam relasi ekonomi politik yang kontradiktif dimana kelas-kelas sosial dalam masyarakat saling berjuang untuk mengontrol produksi dan distribusi dalam proses ekonomi yang ada. Struktur ekonomi politik yang kontradiktif ini dapat ditelusuri akarnya pada cara mengakumulasikan kekayaan di Indonesia yang kemudian berujung pada pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Membongkar Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
                   Di Indonesia, seringkali penjelasan mengenai proses pertumbuhan ekonomi lebih mirip cerita mitos dewa-dewi Yunani dibandingkan sebagai penjelasan yang ilmiah tentang realitas sosial. Berangkat dari statistic empiric bahwa ekonomi Indonesia berjalan sangat baik, yang pada tahun 2011 berada diangka 6.5%, para pendukung rezim sekarang akan menyatakan bahwa pertumbuhan sekarang telah mampu untuk mensejahterakan banyak kehidupan masyarakat Indonesia. Penjelasan ini ini berangkat dari asumsi bahwa pertumbuhan yang tinggi tidak mungkin akan menciptakan ketidakpuasan sosial karena adanya efek kekayaan yang “mengucur kebawah” (trickles down effect). efek ini sendiri disebabkan oleh karena semakin membesarnya “kue pembangunan” yang kemudian secara simultan akan mengucur ke semua actor ekonomi. Pembesaran kue pembangunan ini, dalam pandangan mereka, adalah hasil dari kecerdikan aktor-aktor ekonomi Indonesia dalam kompetisi pasar global. Kemampuan para actor ekonomi Indonesia yang ada untuk mengambil kesempatan dalam ceruk pasar global melalui maksimalisasi pertukaran permintaan-penawaran adalah determinan bagi pertumbuhan ekonomi IndonesiaBdengan kata lain, efek mengucur dari “kue pembangunan” yang besar ini merupakan insentif atas kelihaian para actor ekonomi Indonesia.
                   Mistifikasi ekonomi dalam argumentasi para pendukung rezim SBY-Boediono (baca: rezim kapitalisme-neoliberal) terhadap proses ekonomi yang berlangsung di Indonesia tidak terlepas dari kepercayaan mereka bahwa ekonomi selalu steril dari aspek politik dan juga aspek sosial. Pandangan ini tentu saja adalah pandangan yang salah karena pada kenyataanya ekonomi selalu berkeliat kelidan dengan politik. Produksi di bidang ekonomi hanya akan dimungkinkan ketika ada pengorganisiran pembagian kerja (division of labor) yang telah ditentukan sebelumnya dalam relasi kekuasaan yang ada. Dengan menyatakan bahwa ekonomi bekerja tanpa adanya  hubungan dengan relasi politik adalah sama anehnya dengan mengatakan bahwa gajah memiliki sayap untuk terbang di langit.
                   Lalu, bagaimana kita dapat memahami pertumbuhan ekonomi sekaligus memperhatikan adanya ketidakpuasan sosial yang membuat terjadinya radikalisasi perlawanan rakyat pekerja? Dalam memahami ekonomi Indonesia yang tengah bertumbuh sekaligus kontradiksi sosial yang diciptakan olehnya, menurut hemat penulis, dapat ditelusuri dengan pertanyaan mengenai bagaimana modus akumulasi keuntungan yang dilakukan oleh rezim kekuasaan sekarang. Maksud penulis mengenai modus akumulasi adalah mengenai pola produksi dan konsumsi yang direproduksi dalam periode proses ekonomi kapitalisme itu sendiri. argumentasi dengan melihat struktur ekonomi berdasar pada modus akumulasinya karena tujuan ekonomi dalam kapitalisme adalah motif untuk keuntungan dan maksimalisasi atas keuntungan. Modus akumulasi adalah upaya untuk mengidentifikasi bagaimana keuntungan diakumulasikan dalam pola produksi dan konsumsi dalam rentang periode ekonomi kapitalis tersebut.
                   Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan proletar mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah sadar akan eksploitasi borjuis terhadap mereka. Sampai pada tahap ini Marx adalah seorang yang sangat yakin terhadap perubahan sosial radikal, tetapi lepas dari moral Marx, esensi akademiknya adalah realitas kekuasaan kelas terhadap kelas lain yang lemah, konflik antar kelas karena adanya eksploitasi itu, dan suatu perubahan sosial melalui perjuangan kelas, dialektika material, yang sarat konflik dan determinisme ekonomi.
Dalam Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.
                   Konsekuensi logis dari hal proses integrasi ini adalah perdagangan internasional menjadi memiliki peranan yang krusial dalam proses ekonomi. Data BPS yang dirilis pada tanggal 7 Januari 2012 menunjukan bahwa laju pertumbuhan menurut penggunaan ekonomi Indonesia pada Triwulan III tahun 2011 yang mencapai 6,5% yang secara signifikan dikontribusikan oleh adanya surplus perdagangan (dalam artian nilai ekspor indonesia melebihi nilai impor, red). Kontribusi surplus perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai angka 3,3% Disini dapat disimpulkan bahwa perdagangan internasional menjadi dasar bagi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. 
                   Walau secara tradisional Indonesia masih melakukan ekspor migas, namun besaran nilai ekspor migas relative kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspor nonmigas. Menurut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, kontribusi ekspor industri nonmigas adalah 61% terhadap total ekspor 2011 mencapai angka USD 208 miliar.Dalam Neraca Laporan Pembayaran Bank Indonesia Realisasi triwulan III 2011, setidaknya sampai dengan November 2011, terdapat tiga komoditas utama yang berkontribusi besar terhadap nilai ekpor adalah batubara sebesar 15.5%, minyak sawit 10.2% dan karet 9.1%. menariknya, tiga komoditas ini adalah komoditas yang berbasiskan pada industri ekstraksi yang tergantung pada sumber daya alam.
                   Dalam hal inilah kita dapat melihat modus utama dari proses akumulasi kapitalisme yang terjadi di Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonominya melibatkan dua komponen utama dari kekayaan masyarakat Indonesia yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia. Modus akumulasi pertama dilakukan melalui industri ekstraksi yang sumber kuntungannya berasal dari sumber daya alam. Dalam modus akumulasi ini, keberadaan lahan luas dan banyak adalah prasyarat utamanya. Akan tetapi semenjak akumulasi tidak selalu sesuai dengan kebutuhan sosial manusia, seringkali cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lahan ini adalah dengan melakukan apa yang disebut David Harvey dengan, “akumulasi melalui perampasan”. Proses akumulasi ini ditandai dengan pengusiran banyak manusia dari tanah atau lahan tempat mereka berdiam sebelumnya atas nama teritorialisasi relasi produksi kapitalisme. Tidak heran jika selama proses pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kita akan menemukan banyak menemukan konflik yang terkait dengan masalah jenis akumulasi seperti ini. Dari kasus Alas Tlogo sampai dengan kasus Mesuji dan insiden Pelabuhan Sape, Bima adalah kasus-kasus yang memiliki basis material dari bentuk modus akumulasi yang pertama ini.
                   Secara ekonomi, Tingginya angka pengangguran akan berimplikasi pada tekanan atas tingkat upah karena dalam pasar tenaga kerja penawaran (supply) atas pekerja yang tersedia sangat banyak berbanding terbalik dengan permintaan (demand) pekerja oleh industri.Mekanisme spontan yang biasanya dilakukan oleh para pengaggur untuk dapat bertahan hidup adalah dengan membuka inisiatif ekonomi baru yang sifatnya informal. Namun upaya paling sistematis untuk mengatasi pengangguran sekaligus tetap memastikan bahwa proses akumulasi melalui apropirasi serta eksploitasi sumber daya manusia tetap dimungkinkan adalah dengan menciptakan rezim pasar tenaga kerja fleksibel. Mekanisme ini tetap memastikan bahwa penganggur-penganggur yang ada memiliki akses ke dalam relasi ketenagakerjaan, namun sekaligus mereka tidak akan dapat mempengaruhi tingkat upah yang ada karena jika ada tuntutan untuk kenaikan upah, para kapitalis dapat secara mudah mengganti mereka dengan penganggur yang lain.

                   Tekanan atas tingkat upah pekerja menghasilkan kurangnya permintaan efektif di antara para pekerja di Indonesia. Cara yang paling mungkin untuk dapat bertahan sekaligus tetap memastikan bahwa roda ekonomi secara keseluruhan masih dapat bekerja melalui konsumsi rumah tangga adalah para pekerja harus mengambil hutang untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka.

                   Apa yang dapat disimpulkan pembongkaran mitos pertumbuhan ekonomi disini adalah modus akumulasi keuntungan dalam fase kapitalisme sekarang dilakukan melalui eksploitasi massif atas dua sumber utama nilai kesejahteraan, yakni sumber daya alam serta sumber daya manusia indonesia. Kapitalisme yang berlaku sekarang memang menciptakan pertumbuhan, tapi pertumbuhan ini dilakukan melalui penghisapan nilai yang terkandung dari alam dan juga pekerja. Dengan kata lain, radikalisasi perlawanan rakyat pekerja sekarang adalah sahih dalam rangka merebut kembali nilai yang selama ini dicuri oleh kelas kapitalis indonesia dalam bentuk keuntungan yang mereka dapatkan dan nikmati.
Perjuangan Kelas di Masa (Ancaman) Krisis Kapitalisme
                   Radikalisasi perlawanan rakyat pekerja yang terjadi sekarang ini adalah konsekuensi logis dari struktur ekonomi politik dimana rakyat pekerja dihisap serta dieksploitasi atas nama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perlawanan ini tentu saja memiliki dimensi kelas yang sangat kuat karena rakyat pekerja yang berlawan mulai mempertanyakan relasi ekonomi politik yang timpang ini dimana pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanya memberikan keuntungan bagi segelintir kelas kapitalis di Indonesia. Apa yang menarik untuk diperhatikan adalah radikalisasi perlawanan rakyat pekerja direspon balik oleh para kapitalis di negeri ini dimana para kapitalis secara terang-terangan menolak tuntutan rakyat pekerja ini sembari secara sistematis melakukan serangan balik terhadap rakyat pekerja. Disini kemudian dapat dilihat perjuangan kelas tengah berlangsung dalam penampakannya yang paling konkrit.
                   Terjadinya respon reaksioner oleh  kelas kapitalis terkait tuntutan rakyat pekerja sebenarnya sangat terkait dengan konteks krisis kapitalisme yang terjadi sekarang. Ancaman krisis kapitalisme semakin nyata untuk terjadi di Indonesia semenjak sampai dengan artikel ini ditulis, belum tampak tanda-tanda yang meyakinkan bahwa krisis kapitalisme yang terjadi di AS dan Zona Eropa akan dapat ditanggulangi dalam waktu dekat. Implikasinya bagi Indonesia, tepatnya kelas kapitalis Indonesia, adalah komoditas hasil produksi mereka terancam tidak terserap di pasar-pasar utama yang ada di AS dan Zona Eropa. Kecenderungan ini dapat dilihat dari pernyataan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia yang memperkirakan bahwa nilai ekspor industri pengolahan nonmigas akan mencapai USD125 miliar pada tahun ini yang berarti jumlah itu mengalami penurunan 0,8% dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD126,5 miliar. Dapat dilihat bahwa krisis akan mengancam keuntungan yang selama ini mereka nikmati.
                   Bagi kelas kapitalis, kondisi ini tentu saja adalah suatu ancaman bagi mereka. ada dua bentuk antisipasi yang akan dilakukan oleh kelas kapitalis domestic yang tergantung dengan pasar global yang pertama adalah melakukan diversifikasi pasar dan melakukan penguatan pasar domestic dalam menyerap hasil produksi mereka. Upaya untuk melakukan diversifikasi pasar dapat dikatakan upaya yang sulit karena dalam kondisi krisis yang terjadi di negara-negara Maju (baca: AS dan Zona Eropa), tiap negara di dunia juga berlomba-lomba untuk melakukan diversifikasi. Tidak heran jika disini terjadi kompetisi antara upaya Indonesia dengan negara-negara lain yang kemudian memaksa komoditas Indonesia untuk memiliki harga yang kompetitif. Bagi para kapitalis, pilihan untuk tetap memastikan produk mereka lebih kompetitif dibanding negara lain adalah dengan melakukan efisiensi dalam proses produksi mereka.
Penutup: Mengembalikan Politik Kelas di Indonesia
            Stratifikasi tidak hanya dibentuk oleh ekonomi melainkan juga prestige (status), dan power (kekuasaan/politik). Konflik muncul terutama dalam wilayah politik yang dalam kelompok sosial adalah kelompok-kelompok kekuasaan, seperti partai politik. Weber melihat persoalan wewenang dalam kerangka politik diperebutkan oleh partai-partai. Pengaruh pemikiran Weber ini akan banyak kita lihat dalam pemikiran Ralf Dahrendorf. Pemikiran Marx cenderung determinis dan Weber cenderung masuk ke subyektivisme, kemudian di Perancis pada kurun waktu yang sama Emile Durkheim memberikan perhatian di luar pemikiran Marx dan Weber, pada apa yang disebutnya sebagai social fact atau fakta sosial.

                   Fakta sosial bersifat exteriority, yang diluar atau eksternal, dan mendesakkan kehendaknya kedalam diri individu-individu. Individu bergerak atas dasar nilai sosial yang eksternal, di luar dirinya dan memaksa dalam bertindak. Hal ini adalah suatu aturan yang tidak tertulis, unwritten, dan merupakan pembahasan sosiologi ilmiah. Konsepsi sosiologis Durkheim dapat dipahami melalui pembuktiannya tentang suicide, yang secara umum ia membagi masyarakat kedalam masyarakat mekanik dan organik. Masyarakat mekanik mempunyai conscience collective, kesadaran umum, yang mendasari tindakan-tindakan yang bersifat kolektif. Kesadaran umum dapat juga sebagai moral bersama yang koersif pada setiap anggota-anggotanya. Suicide dalam masa ini berdasarkan kesadaran umum

                   Jika memang ada hal yang harus didorong lebih jauh dari radikalisasi perlawanan rakyat pekerja sekarang, menurut hemat penulis, adalah dengan menjadikan perlawanan ini menjadi perlawanan politis yang sistematis. Kepentingan kelas kapitalis di Indonesia hanya akan mampu untuk direalisasikan ketika negara dikuasasi oleh kelas kapitalis itu sendiri. dalam hal ini, perlawanan rakyat pekerja harus mulai mensasarkan tujuan strategisnya ke politik negara. kekuasaan politik yang dikuasai oleh rakyat pekerja lebih memungkinkan untuk memaksakan serta merealisasikan tuntutan ekonomi politik yang berdasar pada redistribusi ekonomi. Suatu hal yang sangat krusial untuk mencegah terjadinya krisis di Indonesia.
                   Yang penting untuk dicatat dari karakter perlawanan rakyat sekarang adalah relasi ekonomi politik sekarang memungkinkan untuk terjadinya pertemuan serta penyatuan kekuatan rakyat pekerja dari berbagai sector ekonomi yang ada. Dari buruh, petani, penganggur, miskin kota, dan seluruh rakyat pekerja yang dieksploitasi dalam system ekonomi yang ada. Hal ini tentu saja adalah suatu tantangan sekaligus peluang yang sangt baik untuk mengembalikan politik kelas di Indonesia, bentuk politik yang sempat ada dalam pengalaman kesejarahan kita sebagai bangsa namun dihancurkan secara bengis oleh kekuatan kapitalis nasional di masa lampau. Yang diperlukan sekarang untuk ditanyakan sekaligus dijawab adalah bagaimana bentuk pengorganisiran politik yang harus didorong dengan basis material yang tersedia seperti sekarang ini. keberhasilan dari menjawab pertanyaan krusial ini akan sangat menentukan bentuk politik kelas seperti apa yang akan muncul. Dalam hal ini, penulis tidak memiliki preskripsi atau resep generic tertentu. Untuk itu, pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan praktik serta aktifitas perlawanan bersama dalam rakyat pekerja itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar